Kupandangi aktor yang sedang
bermain perannya dengan baik dilayar laptop. Aku tak berhenti memandanginya.
Yah wajahnya memang tampan, tapi yang kuperhatikan bukan hanya itu. Latar
tempatnya, suasana, makanan dan semua yang ada difilm yang aku tonton itu
sangat berbeda dengan suasana di tempat aku tinggal. Indonesia. Saat ini aku
menonton film asia, Jepang lebih tepatnya. Entah apa yang merasuki tubuhku,
tiba-tiba saja aku sangat ingin berada di sana. Di negeri yang terkenal dengan
bunga Sakura itu.
“Ibu, aku pengen ke Jepang deh,”
kataku spontan saat itu juga. Ibuku mengernyitkan keningnya.
“Buat apa?”
“Sekolah mungkin. Kalau liburan
kan super mahal.”
“Jangan ngawur kamu. Sekolah
diluar negeri itu mahal. Mana mampu bapakmu membiayai,” kata ibuku lalu
meninggalkanku yang masih terpaku. Aku tertegun dengan kata-kata ibuku. Ibuku
benar. Kulanjutkan menonton film detektif dilaptop yang sebelumnya ku pause.
Sejak saat itu aku terus
memikirkan tentang keinginanku waktu itu. Aku benar-benar tak tahu mengapa aku
begitu ingin ke sana. Bukan keinginan yang semata-mata hanya omongan seorang
anak kecil yang banyak maunya. Aku serius dengan kata-kataku waktu itu.
“May, kok bengong?” sapa
sahabatku, Nur, sambil mengguncangkanku pelan. Aku hanya nyengir khas diriku.
“Nur, aku kok pengen banget ke
Jepang ya? Kemarin aku nonton film Jepang. Latarnya keren banget, terus aku
tiba-tiba jadi kepengen banget.” Nur mengangguk-anggukan kepalanya. “Aku pengen
ke sana buat sekolah. Bukan liburan atau kerja. Tapi aku tahu orang tuaku nggak
mampu biayainya, haha,” lanjutku sambil tertawa getir.
“Kamu pengen sekolah ke sana?”
aku mengangguk mantap. “Kemarin aku dikasih tahu kakakku, katanya ada beasiswa
pemerintah Jepang gitu. Coba kamu buka diinternet segala persyaratannya ada
disitu.”
Aku tersenyum senang
mendengarnya. Lalu aku berterima kasih sambil memeluk sahabatku dengan erat.
Ya, dia selalu memberikanku solusi yang sangat brilian.
Segera setelah sampai di rumah aku browsing. Tak sulit untuk menemukan
beasiswa yang dimaksud. Kubaca satu persatu segala persyaratannya. Sekilas tak
sulit, tapi ketika aku mencoba mengerjakan soal-soal latihannya ternyata tak
semudah yang kubayangkan. Tapi aku tak putus asa. Selama menanti saat
pendaftaran tiba, aku harus mempersiapkan diriku sebaik-baiknya. Termasuk mempersiapkan
segala persyaratan yang dibutuhkan dan tentunya restu dari orang tuaku. Diluar
dugaanku, mereka mendukungku!!
Keninginanku memang kuat, tetapi itu
tidaklah cukup. Memang untuk mewujudkan keinginanku tidaklah mudah. Aku harus
menghadapi rintangan yang cukup berat. Dimulai dari ketidaksetujuannya nenekku
atas keinginanku yang dianggapnya hanyalah bualan semata, diremehkannya
impianku oleh orang lain sampai pada puncaknya aku gagal pada tes beasiswa
tersebut. Aku kecewa. Sangat kecewa. Kenapa ketika aku benar-benar serius untuk
menggapai sesuatu aku gagal. Kenapa?!
Ketika aku merasa terpuruk begini,
hanya satu tempatku untuk bercerita, Nur. Aku tak mau orang tuaku tahu betapa
kecewanya aku pada diriku sendiri.
“Masih banyak kesempatan lain. Tahu
kan berapa kali Alfa Edison percobaan buat menemukan bola lampu? He never give up. Tahu kan bagaimana
Einstein dibilang gila gara-gara penemuannya? He never said he can’t. They always try, try and try. Mereka kan
idolamu, jadi kamu tahu kan apa yang bisa kamu contoh dari mereka?” Nur
mengatakan hal itu dengan mantap dan dengan senyumnya yang selalu menyejukkan.
Aku mengangguk. Mereka memang idolaku. Aku menangis, bukan karena kecewa lagi
sekarang. Tapi karena kata-kata Nur yang begitu menyejukkan. Semangatku yang
luntur segera terkumpul. “Ingat, kejarlah cita-cita karena cita-cita nggak akan
mengejarmu.”
Sejak kegagalanku saat itu, aku
terus bertekad untuk mencari beasiswa lain. Kali ini aku benar-benar fokus.
Bahkan aku meminta pada Nur untuk mengingatkanku tatkala aku ingin berpacaran
dan ketika semangatku luntur. Untungnya orang tuaku masih mendukungku sampai
saat ini, itu membuatku semakin bersemangat. Saat di kampus aku rajin kepapan
pengumuman. Aku tak mau ketinggalan info tentang beasiswa. Dan aku menemukannya
sekarang. Yazrini Scholarship.
Beasiswa yang sangat menarik. Aku mencermati segala persyaratannya. Kali ini
aku tak mau gagal lagi. “Bismillah.”
Rintangan terus berdatangan. Sama
seperti ketika aku ingin mendapatkan beasiswa sebelumnya, aku mendapat cercaan,
ketidaksetujuan dan apapun itu. walau begitu aku sudah bertekad, Allah selalu
ada di dekatku. Aku pasti bisa!!
Aku berhasil mendapatkan beasiswa
itu. Beberapa minggu lagi aku akan berangkat dan aku sudah tak sabar menanti
hari H. Aku sibuk mempersiapkan segala sesuatunya sampai aku tak menyadari
bahwa ada satu rintangan lagi. Orang tuaku tak memiliki uang untuk sekedar
membekaliku. Walaupun aku dibiayai 100 persen oleh perusahaan Yazrini, tapi biaya akomodasi menuju Jakarta ditanggung sendiri dan orang tuaku tak memiliki uang untuk membiayaiku.
“Ini, uang beasiswa Yasau tahun ini
buat May,” kakakku memberikan uang beasiswa yang baru saja ia terima padaku.
Aku terkejut. Aku tahu benar bagaimana perjuangan kakakku untuk bisa
mendapatkan beasiswa itu. Tak tega aku menerimanya. “Nggak apa-apa, uang ini
lebih berguna untukmu walau tak seberapa jumlahnya,” kali ini
kakakku mengelus kepalaku lembut. Aku menangis terharu, betapa hebatnya
keluargaku ini. Hanya karena impianku yang mungkin dimata orang lain
muluk-muluk itu mereka benar-benar mendukungku. Aku beruntung memiliki keluarga
seperti mereka.
Aku memandangi langit gelap yang
penuh dengan bintang. Sesekali tampak bintang jatuh. Seharusnya aku memohon
pada bintang apa yang kuinginkan. Tapi aku tak mau melakukan itu. Ketika aku
memandangi langit seperti ini aku teringat pada keluargaku dan Nur. Buku-buku
tebal yang tadi kubaca sudah kuabaikan.
“May-san, sedang apa?” tanya seorang gadis berwajah oriental yang sangat
cantik.
“Ah, Saki-chan. Aku sedang memandangi bintang. Indah ya.” Saki-chan mengangguk.
“Kalau di Tokyo pasti susah
melihatnya, beda dengan di Nagoya. Oiya, kata ibu, makan malamnya sudah siap.
Ayo!” ajaknya ramah. Aku mengangguk lalu mengikutinya.
Ya, di sinilah aku berada saat ini,
Nagoya. Salah satu kota di Jepang. Kalian tahu kan dimana aku berada dimana?
Aku berhasil mewujudkan mimpiku. Sampai saat ini aku masih dan terus bermimpi.
Mimpi adalah awal dari segalanya. Ketika kita memiliki mimpi, wujudkanlah. Tak
peduli apa kata orang dan cercaan yang kau dapat. Ya, seperti kata Nur, kerjalah cita-citamu karena cita-cita
tidak akan mengejarmu.
-THE END-
Ini adalah cerpen pesanan ibuku dengan campuran antara kenyataan dan imajinasiku. Para pemeran di sini juga orang yang nyata. Aku harap memang bener-bener tercapai mimpiku. Aku harap para readers bisa memahami maksud dari cerpen singkatku ini :)
0 komentar:
Posting Komentar